SUBANG, iNews.id - Berbagai cara dilakukan masyarakat untuk menunggu waktu berbuka puasa atau ngabuburit. Seperti yang dilakukan oleh anak-anak di Cijerehhilir, Kecamatan Kasomalang, Kabupaten Subang. Mereka menunggu waktu berbuka puasanya dengan bermain meriam bambu.
Sebelum bermain meriam bambu, anak-anak menyiapkan bambu yang berukuran besar terlebih dahulu. Semakin besar bambu semakin baik karena akan mempengaruhi suara ledakan.
BACA JUGA : Forkopimda Subang Cek Jalur Mudik di Subang, Ini Hasilnya
Lalu sekat-sekat bambu dijebol kecuali bagian ujungnya. Lubangi bambu di dekat ujungnya untuk mengisi air, karbit dan juga sebagai tempat pemicu ledakan. Setelah bambu selesai dibuat dan karbit dihaluskan, meriam bambu siap dimainkan.
Untuk memainkan meriam bambu ini cukup sederhana, bambu diisi air, lalu dicampurkan karbit dan ditutup. Tunggu beberapa menit, buka tutupnya lalu berikan api. Ledakan bagaikan meriam pun keluar dari bambu tersebut.
BACA JUGA : Kementerian Agama Keluarkan Moratorium Izin Baru PAUDQU dan Rumah Tahfidz Alquran
Anak-anak pun terlihat bahagia ketika suara ledakan berhasil dihasilkan. Kondisi pedesaan di Cijerehhilir yang dihimpit oleh bukit-bukit membuat suara ledakan lebih indah karena bergema.
Muhammad Fauzan (15) mengaku rutin bermain meriam bambu atau biasa mereka sebut gombongan untuk ngabuburit. Waktu sore hari akhirnya selalu ditunggu-tunggu untuk bermain meriam bambu.
"Lagi main gombongan, untuk ngabuburit nunggu buka puasa sama temen-temen," ujarnya kepada iNewsSubang.id, Minggu (17/4/2022).
BACA JUGA : Naik jadi Rp39,8 Juta, Ternyata Total Biaya Haji Tahun 2022 Mencapai Rp81,7 Juta per Jemaah
Begitu juga dengan Ardan Firmansyah, bermain meriam bambu ini merupakan moment yang hanya dilakukan setiap bulan Ramadhan. Jadi ia sangat menanti-nantikan permainan ini.
"Disini gombongan hanya ada di bulan puasa, kita sengaja buat dulu untuk ngabuburit," katanya.
BACA JUGA : Bandar Narkoba di Lapas Subang Tobat hingga Khatam Baca Al-Quran
Meriam bambu ini merupakan tradisi untuk ngabuburit bagi anak-anak pedesaan. Para orang tua di desa ini bisa bernafas lega karena anak-anaknya jauh dari ponsel pintar.
Editor : Yudy Heryawan Juanda