Lonjakan Kejahatan Siber, Akademisi dan Pengusaha Desak Negara Perkuat Regulasi Digital

Yudy Heryawan Juanda
Lonjakan Kejahatan Siber, Akademisi dan Pengusaha Desak Negara Perkuat Regulasi Digital. Foto: Istimewa

BANDUNG, iNewsSubang.id — Forum Dialog Digital Aman 2025 yang digelar di Filosofi Kopi Braga, Jumat (21/11/2025), menghadirkan perbincangan intens tentang masa depan keamanan digital Indonesia. Dengan tema “Generasi Digital: Membangun Kerangka Hukum untuk Ruang Digital yang Aman”, acara yang berlangsung selama dua jam ini menjadi ruang bertemunya akademisi dan pelaku usaha untuk membedah ancaman siber yang kian mengkhawatirkan.

Diskusi mengalir dalam format talkshow yang interaktif. Para peserta yang merupakan mayoritas generasi muda diajak memahami bagaimana lonjakan kejahatan digital menuntut kehadiran negara yang lebih kuat dalam memberikan perlindungan.
Dr. Achmad Abdul Basith dari Universitas Padjadjaran memaparkan kondisi terkini dunia siber Indonesia dengan nada yang tegas. Menurutnya, eskalasi kejahatan digital telah mencapai level mengkhawatirkan dan tak bisa lagi dipandang sebagai persoalan biasa.

“Angka kekerasan digital naik, penipuan naik, hoaks dan misinformasi juga makin naik. Negara harus hadir memberikan perlindungan,” ujarnya.

Basith menilai landasan hukum yang ada, terutama UU ITE yang belum mampu mengimbangi kompleksitas masalah. Ia menekankan bahwa regulasi yang tepat bukan untuk membatasi kebebasan, tetapi untuk memastikan keamanan.

“Yang penting dunia digital kita harus segera diregulasi. Regulasi bukan untuk mengekang kebebasan, tapi memberikan perlindungan,” tegasnya.

Ia juga menyoroti lemahnya implementasi UU Perlindungan Data Pribadi serta koordinasi yang kurang efektif antar lembaga. Menurutnya, tanpa perangkat pelaksana yang kuat, regulasi hanya akan menjadi dokumen di atas kertas.

Dalam pemaparannya, Basith menampilkan sejumlah data yang menunjukkan betapa seriusnya ancaman ini, 1,3 juta konten negatif beredar dalam dua tahun terakhir, 5 juta konten perjudian online sejak 2017, hingga 5 juta konten pornografi anak yang disebutnya sebagai angka “sangat memprihatinkan”. Korban terbesar datang dari kelompok rentan, termasuk perempuan dan anak.

“Kita seperti sedang berperang secara halus. Sasarannya bukan wilayah, tetapi kognisi anak bangsa,” ujarnya.

Editor : Yudy Heryawan Juanda

Halaman Selanjutnya
Halaman : 1 2

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network