SUBANG, iNewsSubang.id — Ancaman terorisme kini tak lagi datang melalui pertemuan rahasia atau pelatihan fisik di lokasi tersembunyi. Dunia digital, khususnya game online, telah berubah menjadi pintu masuk baru bagi jaringan terorisme untuk merekrut anak-anak. Fakta mencengangkan ini diungkap Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dalam kegiatan Kerukunan Beragama dan Toleransi di Desa Sidajaya, Kecamatan Cipunagara, Kabupaten Subang, Sabtu (13/12/2025).
Kepala BNPT RI, Komjen Pol (Purn) Eddy Hartono, turun langsung menemui ratusan warga dan pelajar. Di hadapan masyarakat, ia membeberkan pergeseran pola penyebaran paham radikalisme dan terorisme yang kini menyasar kelompok paling rentan: anak-anak.
BNPT mencatat, dari pengungkapan lima pelaku terorisme oleh aparat penegak hukum, terungkap sebanyak 112 anak di bawah umur dari 26 provinsi telah direkrut jaringan terorisme. Lebih mengkhawatirkan lagi, sebagian dari mereka bahkan sudah dipersiapkan untuk tindakan berbahaya.
“Kemarin aparat penegak hukum d Densus 88 sudah mengungkap 5 tersangka terorisme yang telah berhasil merekrut anak-anak di bawah umu sebanyak 112 orang. Tersebar di 26 provinsi,” ujar Eddy Hartono.
Ia menjelaskan, proses perekrutan dilakukan tanpa pertemuan fisik. Pelaku memanfaatkan game online bertema perang sebagai sarana pendekatan. Dalam permainan tersebut, aparat negara seperti TNI dan Polri diposisikan sebagai musuh, sehingga perlahan membentuk pola pikir menyimpang pada anak-anak.
“Jadi tidak perlu bertatap muka, jadi melalui game online itu mereka saling berkomunikasi. Kalau di game online itu ada fitur namanya private chat atau voice chat. Jadi game nya itu bisa diasumsikan atau disimulasikan perang-perangan. Itu diganti gambarnya, jadi perang-perangan sama TNI-Polri,” jelasnya.
Metode ini, lanjut Eddy, dikenal sebagai digital grooming. Pelaku secara perlahan membangun kedekatan emosional dengan korban hingga anak merasa aman, nyaman, dan memiliki kesamaan.
Editor : Yudy Heryawan Juanda
Artikel Terkait
