SUBANG, iNewsSubang.id – Pagi hari di Dusun Muara Lama, Desa Cilamaya Girang, Kecamatan Blanakan, Kabupaten Subang aroma khas ikan rebus bercampur bumbu tumis tercium dari sebuah rumah sederhana yang kini menjadi pusat aktivitas Kelompok Usaha Wanita (KUW) Greenthink. Di sana, sejumlah ibu rumah tangga sibuk merebus ikan, mengadon, hingga menata abon hingga kerupuk ke dalam plastik bening.
Yang menarik, bahan baku utama mereka bukan ikan mahal atau langka, melainkan ikan tengkek. Ikan yang dulu sering dibuang kembali ke laut atau hanya dibagikan seadanya ke tetangga karena dianggap tak berharga. Kulitnya yang keras dan dagingnya yang tak menarik membuat ikan ini dulu dijuluki “ikan sampah”.
Namun berkat tangan-tangan kreatif para ibu pesisir, ditambah pendampingan dan pelatihan Pertamina Offshore North West Java (ONWJ), ikan tengkek kini menjelma menjadi komoditas bernilai tinggi. Dari rumah produksi sederhana ini lahirlah abon gurih, kerupuk renyah, hingga berbagai olahan lain yang kini dikirim ke berbagai kota di Indonesia.
Ketua KUW Greenthink, Eka Mustika (34), mengingat awal perjuangan mereka. KUW dibentuk pada tahun 2016 yang rata-rata merupakan istri para nelayan.
"Awal mula itu pada tahun 2016 kita dibentuk kelompok, kita itu dikasih kesempatan untuk mengolah bahan bahu yang sekiranya tidak terpakai atau tidak bernilai ekonomis," ujarnya kepada iNewsSubang.id, Kamis (11/9/2025).
Saat itu, harga ikan tengkek benar-benar tak sebanding dengan lelahnya nelayan menarik jaring. Eka menyebut jika pun dijual dan ada yang membeli harganya hanya Rp5000 perkilogram.
"Jadi kita ada namanya ikan Tengkek yang harga ekonomisnya itu sangat rendah. Waktu tahun 2016 harga ikan itu sangat murah, yang tadinya tidak terjual sampai harga Rp5000. Jadi nelayan itu pendapatannya banyak (ikan) tapi gak ada hasil," katanya.
Dari peluang itulah Eka bersama ibu-ibu lainnya mulai bereksperimen. Ia mencoba mengolah ikan Tengkek menjadi abon dan kerupuk.
"Jadi saya ingin merubah sesuatu hal yang tidak bernilai ekonomis menjadi produk yang punya nilai harha jualnya," ungkapnya.
Dari Cibiran Jadi Semangat
Masa-masa awal di tahun 2016 disebut penuh tantangan. Eka masih ingat betul bagaimana cibiran dari tetangga yang terdengar menusuk.
"Kita awal mula membuat abon itu sampai ada tetangga yang bilang ikan sampah selamanya itu mau dibikin apa saja akan jadi sampah. Bukannya saya menyerah, tapi itu jadi motivasi saya buat merubah ikan yang tadinya tidak berharga jadi punya nilai jual tinggi," imbuhnya.
Editor : Yudy Heryawan Juanda
Artikel Terkait
