"Tahun 1942 petanya yang dibuat oleh Belanda, terdokumentasi itu dahulu belum ada, masih datar. Berarti kan dimanapun di dunia ini pasti selain ada pendangkalan ada juga pengurangan, abrasi, apapun itu selalu terjadi," ungkapnya.
Terkait dugaan pencatutan nama nelayan dalam penerbitan sertipikat, ia masih harus melakukan konfirmasi karena proses administrasi pasti melibatkan perangkat desa dan kecamatan.
"Kalau berbicara pencatutan nama, itu baru satu sisi yang disampaikan oleh pihak lain. Tentu saya juga ingin tahu terkait dengan hal tersebut melalui Kepala Desa. Karena tidak mungkin pemerintah melalui kantor ATR/BPN menerbitkan sendirinya. Pasti ada proses administrasi di wilayah baik di Desa maupun di Kecamatan," jelasnya.
Selain itu, ia mengimbau agar pihak yang menggunakan sertipikat sebagai persyaratan di daerah Patimban agar dapat berkoordinasi dengan ATR/BPN Subang untuk menghindari penyalahgunaan sertipikat yang telah dibatalkan.
"Kita mengimbau untuk pelayanan yang lain yang membutuhkan sertipikat sebagai persyaratan. Jadi institusi atau badan usaha lain, apabila ada yang menggunakan misalnya sertipikat di wilayah tersebut, komunikasikan atau koordinasikan dengan kantor ATR/BPN Subang," ucapnya.
Senada dengan Pj Bupati, Kepala ATR/BPN Subang, Hermawan, menegaskan bahwa permasalahan sertipikat laut sudah selesai sejak 2023 setelah adanya keputusan pembatalan dari Kanwil BPN Jawa Barat.
Editor : Yudy Heryawan Juanda
Artikel Terkait