SUBANG, iNewsSubang.id – Ikan tengkek yang dahulu dianggap limbah kini menjadi sumber keberkahan bagi para istri nelayan di Cilamaya Girang, Blanakan, Subang. Melalui inovasi dan kerja keras, mereka berhasil mengubah ikan yang kurang diminati pasar ini menjadi produk olahan bernilai tinggi, menghasilkan omzet hingga Rp1 miliar per tahun.
Eka Mustika, pemilik UMKM Mustika Food, mengisahkan bagaimana ikan tengkek dulunya tidak memiliki harga. "Dulu, ikan tengkek tidak ada harganya. Bahkan, dianggap limbah oleh nelayan. Kalau dapat tengkek di laut, dijual murah," ungkapnya.
Eka merupakan salah satu dari 22 anggota Kelompok UMKM Wanita (KUW) Greenthink, yang dibina oleh Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (PHE ONWJ) sebagai bagian dari program tanggung jawab sosial dan lingkungan.
Ikan tengkek kurang diminati karena tubuhnya yang penuh duri dan kulitnya yang keras. Harga jualnya pun jauh di bawah ikan lain seperti tenggiri, tongkol, kakap, dan bandeng. Namun, di tangan kreatif para istri nelayan, ikan ini kini disulap menjadi berbagai produk olahan seperti abon, dendeng, dan kerupuk.
Sebelum dikenal luas, ikan tengkek hanya dihargai Rp2.000-Rp3.000 per kilogram, bahkan pernah di bawah Rp5.000 per kilogram. Namun, seiring meningkatnya permintaan, harga ikan tengkek melonjak menjadi Rp17.000-Rp25.000 per kilogram. Eka membutuhkan sekitar 1,5-2 kuintal ikan tengkek per bulan untuk memenuhi permintaan dari berbagai daerah, termasuk Subang, Bandung, Jabodetabek, Bali, Jambi, hingga Singapura.
Kesuksesan Eka juga didukung oleh diversifikasi produk. Di bawah bimbingan PHE ONWJ, Mustika Food kini memproduksi berbagai camilan seperti kerupuk, cheese stick, dan ikan asin, dengan omzet mencapai Rp100 juta per bulan.
Editor : Yudy Heryawan Juanda
Artikel Terkait