Sri Endang mengklaim mengalami kerugian finansial akibat hak-haknya yang tidak diberikan, serta tekanan psikologis akibat perlakuan yang dianggapnya tidak adil.
Ia juga menuntut agar kontribusinya dalam pengembangan Florawisata D’Castello diakui dan diberikan haknya yang layak.
Kuasa hukum Sri Endang, Wilson Colling, S.H., M.H., menegaskan bahwa kasus ini bukan hanya sekadar tuntutan hak individu, tetapi juga berkaitan dengan prinsip hukum dalam dunia bisnis.
"Kasus ini bukan hanya soal hak Sri Endang, tetapi juga tentang menegakkan keadilan bagi para profesional yang bekerja keras. Jika janji diabaikan, maka hukum harus ditegakkan," ujar Wilson Colling.
Sengketa ini tidak hanya berdampak pada kedua belah pihak yang berseteru, tetapi juga berpotensi mengguncang citra Florawisata D’Castello serta sektor pariwisata di Subang.
Sebagai salah satu destinasi wisata populer, perusahaan tersebut kini menghadapi tantangan hukum yang dapat memengaruhi kepercayaan publik dan mitra bisnisnya. Jika tidak diselesaikan dengan baik, konflik ini bisa menciptakan preseden buruk dalam dunia usaha terkait penghormatan terhadap hak-hak pekerja profesional.
Selain itu, ketidakpastian hukum ini juga berpotensi menghambat investasi dan pengembangan destinasi wisata di Subang, yang selama ini menjadi salah satu sektor utama penggerak ekonomi daerah.
Kasus ini turut menyoroti isu lebih luas tentang praktik bisnis yang kurang profesional dan minimnya kepastian hukum dalam hubungan kerja eksekutif perusahaan.
Editor : Yudy Heryawan Juanda
Artikel Terkait