get app
inews
Aa Text
Read Next : Festival Layangan Meriahkan Langit Pantura Subang di Libur Panjang Tahun Baru Hijriah

Ikan Tengkek, Dari Limbah Jadi Rupiah

Kamis, 11 September 2025 | 19:09 WIB
header img
Eka Mustika, Ketua KUW Greenthink saat mengolah ikan Tengkek. Foto: Yudy H Juanda/iNewsSubang.id

SUBANG, iNewsSubang.id – Pagi hari di Dusun Muara Lama, Desa Cilamaya Girang, Kecamatan Blanakan, Kabupaten Subang aroma khas ikan rebus bercampur bumbu tumis tercium dari sebuah rumah sederhana yang kini menjadi pusat aktivitas Kelompok Usaha Wanita (KUW) Greenthink. Di sana, sejumlah ibu rumah tangga sibuk merebus ikan, mengadon, hingga menata abon hingga kerupuk ke dalam plastik bening.

Yang menarik, bahan baku utama mereka bukan ikan mahal atau langka, melainkan ikan tengkek. Ikan yang dulu sering dibuang kembali ke laut atau hanya dibagikan seadanya ke tetangga karena dianggap tak berharga. Kulitnya yang keras dan dagingnya yang tak menarik membuat ikan ini dulu dijuluki “ikan sampah”.

Namun berkat tangan-tangan kreatif para ibu pesisir, ditambah pendampingan dan pelatihan Pertamina Offshore North West Java (ONWJ), ikan tengkek kini menjelma menjadi komoditas bernilai tinggi. Dari rumah produksi sederhana ini lahirlah abon gurih, kerupuk renyah, hingga berbagai olahan lain yang kini dikirim ke berbagai kota di Indonesia.

Ketua KUW Greenthink, Eka Mustika (34), mengingat awal perjuangan mereka. KUW dibentuk pada tahun 2016 yang rata-rata merupakan istri para nelayan. 

"Awal mula itu pada tahun 2016 kita dibentuk kelompok, kita itu dikasih kesempatan untuk mengolah bahan bahu yang sekiranya tidak terpakai atau tidak bernilai ekonomis," ujarnya kepada iNewsSubang.id, Kamis (11/9/2025).

Saat itu, harga ikan tengkek benar-benar tak sebanding dengan lelahnya nelayan menarik jaring. Eka menyebut jika pun dijual dan ada yang membeli harganya hanya Rp5000 perkilogram. 

"Jadi kita ada namanya ikan Tengkek yang harga ekonomisnya itu sangat rendah. Waktu tahun 2016 harga ikan itu sangat murah, yang tadinya tidak terjual sampai harga Rp5000. Jadi nelayan itu pendapatannya banyak (ikan) tapi gak ada hasil," katanya.

Dari peluang itulah Eka bersama ibu-ibu lainnya mulai bereksperimen. Ia mencoba mengolah ikan Tengkek menjadi abon dan kerupuk. 

"Jadi saya ingin merubah sesuatu hal yang tidak bernilai ekonomis menjadi produk yang punya nilai harha jualnya," ungkapnya.

Dari Cibiran Jadi Semangat

Masa-masa awal di tahun 2016 disebut penuh tantangan. Eka masih ingat betul bagaimana cibiran dari tetangga yang terdengar menusuk.

"Kita awal mula membuat abon itu sampai ada tetangga yang bilang ikan sampah selamanya itu mau dibikin apa saja akan jadi sampah. Bukannya saya menyerah, tapi itu jadi motivasi saya buat merubah ikan yang tadinya tidak berharga jadi punya nilai jual tinggi," imbuhnya.

Setelah beberapa kali melakukan percobaan, Eka  pun menemukan cara jitu melepas kulit ikan tengkek dengan cara direbus. Eka pun memisahkan daging putih untuk abon dan daging hitam untuk kerupuk.

"Kalau awal-awal itu kita olah jadi abon sama kerupuk. Daging ikannya itu kan ada dua, putih sama hitam, yang putihnya itu untuk abon dan yang hitamnya itu untuk kerupuk," ucapnya.

Kini, produksi ikan tengkek olahan Eka mencapai ribuan setiap bulan. Perbulannya bisa menghabiskan 1 ton ikan Tengkek. 

"Dari 3 produk ini kita bisa mencapai 2000 pieces perbulannya. Omzet kita rata-rata Rp45-50 juta," jelas Eka.

Dukungan Pertamina ONWJ

Di balik kesuksesan Eka ini, Pertamina ONWJ hadir sebagai pendamping sejak hari pertama. Pertamina ONWJ berperan mulai dari membentuk KUW hingga memberikan pelatihan dan alat yang dibutuhkan. 

"Peran Pertamina ONWJ itu untuk kami alhamdulillah sejak tahun 2016 kita didik untuk pengembangan produk ini. Kita dari yang tidak punya apa-apa seperti alat untuk produksi dan segala macam, pertamina itu hadir untuk kita pembuatan produk yang biasa saja sampai jadi bernilai tinggi," kata Eka. 

Berbagai pelatihan diberikan, mulai dari pengolahan pangan, pengemasan, hingga pemasaran digital. Kini, produk olahan ikan tengkek KUW Greenthink bisa dibeli secara online dan dikirim ke berbagai daerah di Indonesia.

"Kalau pemasaran alhamdulillah se Indonesia, kita bisa untuk pengiriman online," tambah Eka.

Berkah untuk Nelayan

Keberhasilan KUW juga membawa dampak bagi para nelayan. Subagus (50), nelayan Blanakan, bercerita bagaimana dulu ikan tengkek hanya jadi beban.

"Ikan tengkek sebelumnya tidak memiliki nilai jual sama sekali. Kita selalu buang kembali ke laut atau dibagikan ke tetangga. Dulu orang bingung cara mengolahnya karena kulitnya keras," ucapnya.

Padahal jumlah ikan ini sangat banyak di laut utara Jawa. "Apalagi ikan tengkek sangat banyak di laut utara, kita nelayan sekali jaring pasti ada ikan tengkeknya. Ikan itu kan bergerombol," jelasnya.

Sekarang situasinya berbeda. Harga tengkek di tingkat nelayan naik drastis. Nelayan pun kini memgaku sangat terbantu. 

"Sekarang alhamdulillah ikan tengkek sudah punya nilai jual. Dari kita nelayan perkilogramnya Rp12.000 sampai Rp15.000. Kalau sudah lewat tengkulak bisa Rp25.000 itu," ungkapnya.

Inspirasi dari Pesisir

Pertamina ONWJ melalui Community Development Officer, Iman Teguh, menegaskan bahwa program ini memang ditujukan untuk memberdayakan ibu-ibu pesisir.

"Program ini sebenarnya untuk meningkatkan ekonomi masyarakat pesisir. Target kita untuk ibu-ibu wilayah pesisir. Khususnya di wilayah Cilamayagirang, karena wilayah ini dulu merupakan wilayah yang sangat terpinggirkan, kurang akses dan segala macamnya," ujarnya.

"Alhamdulillah dengan adanya program ini cukup membantu meningkatkan secara ekonomi bagi kelompok ibu-ibu disini. Kami berharap program ini menjadi inspirasi kepada ibu-ibu lain untuk menjadi enterpreneur di wilayah pesisir dengan bahan baku yang cukup banyak tersedia di wilayah pesisir," sambung Iman. 

Iman menjelaskan bahwa pendampingan dilakukan secara bertahap. Bahkan alat-alat pun diberikan ketika mereka membutuhkan. 

"Bantuan awal kita berupa pelatihan-pelatihan. Setelah itu kita melihat ada kelompok yang berminat dan memang punya potensi yang dikembangkan untuk menjadi usaha. Nah dari situ kita lakukan pendampingan secara bertahap prosesnya. Setiap tahunnya mereka proses seperti apa, butuhnya apa, baru kita support. Dari pelatihan produk, dari pelatihan marketing secara online, dan pelatihan lainnya kita beritkan secara bertahap," pungkasnya.

Dari Dapur Kecil Menuju Pasar Nasional

Kini, rumah produksi KUW Greenthink bukan hanya tempat mengolah ikan, melainkan juga ruang berbagi mimpi. Di sela-sela mengaduk abon atau menata kerupuk, para ibu saling bercerita tentang anak-anak mereka, tentang bagaimana uang dari penjualan produk bisa membantu biaya sekolah, bahkan memperbaiki rumah.

Yang dulunya hanya asap dapur, kini berubah jadi harapan baru. Dari ikan tengkek yang dulu dicemooh, kini tercipta peluang ekonomi yang membuka mata banyak orang bahwa tidak ada bahan yang benar-benar sia-sia jika diolah dengan tekad dan kreativitas. 


Ibu-ibu warga Muara Lama mendapatkan penghasilan dari mengolah ikan Tengkek. Foto: Yudy H Juanda/iNewsSubang.id

Editor : Yudy Heryawan Juanda

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut