get app
inews
Aa Text
Read Next : Bukti Dandy dan Ferline Terlibat dalam Pembuatan SKW Tersebar, Keduanya Datangi Kantor Notaris

Tak Penuhi Syarat Khusus Putusan, Jaksa Sebut Terpidana Pemalsuan Tanda Tangan Bisa Dipenjara

Kamis, 03 Juli 2025 | 10:59 WIB
header img
Tak Penuhi Syarat Khusus Putusan, Jaksa Sebut Terpidana Pemalsuan Tanda Tangan Bisa Dipenjara. Foto: Istimewa

SUBANG, iNewsSubang.id – Eksekusi terhadap Kusumayati, terpidana kasus pemalsuan tanda tangan dalam perkara pidana yang melibatkan putrinya sendiri, Stephanie Sugianto, kembali menjadi sorotan setelah adanya kejelasan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU). Meski vonis pidana telah berkekuatan hukum tetap (inkrah), pelaksanaan hukuman hingga kini belum dijalankan sepenuhnya.

JPU Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, Sukanda, menegaskan bahwa proses eksekusi tetap berjalan sesuai aturan yang berlaku. “Seperti hasil putusannya, ini kan putusan percobaan tetap dilaksanakan, jadi tetap kita buatkan berita acara eksekusi badan tapi kan tidak dimasukkan (penjara), tetap kita buatkan untuk persyaratan administrasi ke Bapas (Balai Pemasyarakatan),” kata Sukanda saat dikonfirmasi awak media, Kamis (3/7/2025).

Diketahui, Kusumayati dijatuhi hukuman pidana penjara selama satu tahun dua bulan oleh Pengadilan Negeri Karawang berdasarkan putusan Nomor 143/Pid.B/2024/PN Kwg, yang dibacakan pada 20 Oktober 2024. Namun, putusan itu kemudian berubah setelah Kusumayati mengajukan banding.

Pengadilan Tinggi Bandung melalui putusan Nomor 434/PID/2024/PT BDG, menjatuhkan hukuman 10 bulan penjara dengan masa percobaan satu tahun kepada Kusumayati. Namun, hukuman percobaan itu disertai syarat khusus, yakni menyerahkan daftar harta bersama selama pernikahan dengan almarhum Sugianto kepada ahli waris Stephanie Sugianto, serta melakukan audit menyeluruh terhadap operasional PT EMKL Bimajaya Mustika sejak 2012.

Putusan tersebut kemudian diperkuat oleh Mahkamah Agung melalui putusan kasasi Nomor 697 K/Pid/2025, yang berkekuatan hukum tetap sejak 20 Maret 2025.

“Putusan syarat khusus itu ya ditempuh, dia harus melakukan audit perusahaan dan memberikan list harta kekayaan, apabila dalam jangka waktu 3 bulan tidak memenuhi syarat khusus terpidana dipenjara juga. Akan tetapi waktu dimulainya itu setelah 3 bulan hasil putusan diberitahukan kepada Kusumayati, bukan 3 bulan setelah putusan," jelas Sukanda. 

Ia menambahkan bahwa Mahkamah Agung tidak langsung mengirimkan pemberitahuan putusan. “Pemberitahuan dari Mahkamah Agung itu kan tidak langsung diberikan, dan kita baru dapat pemberitahuan dari Mahkamah Agung itu baru tiga mingguan kalau nggak salah, nah jadi apa bila dalam 3 bulan dari 3 minggu ke belakang dia (terpidana Kusumayati) tidak memenuhi syarat khusus maka dia masuk (penjara),” lanjut Sukanda.

Terkait syarat khusus yang hingga kini belum dipenuhi, pihak kejaksaan mengaku telah mengupayakan agar Kusumayati segera memenuhi kewajiban tersebut. “Syarat khusus itu, saya sudah menyarankan kepada pihak terpidana agar list harta kekayaan itu rinci dan terbuka, untuk auditor perusahaan juga disepakati bersama dengan korban. Tapi kalau terpidana tidak memenuhi itu, iya silakan saja kalau mau dipenjara, kan gitu,” tegasnya. 

Sementara itu, ahli Hukum Pidana dari Universitas Buana Perjuangan Karawang, Zarisnov Arafat, menyoroti lambannya pelaksanaan eksekusi. “Terkait syarat khusus itu yang harus disorot adalah JPU-nya, karena tidak menjalankan amar putusan. Ini merupakan tanggung jawab mutlak dari kejaksaan,” ujarnya saat diwawancarai di Karawang, Rabu (25/6/2025).

Zarisnov juga mengkritisi putusan banding yang dinilainya menyimpang dari koridor hukum pidana umum. “Tindak pidana umum ini dalam putusan, apa bila seseorang itu dinyatakan bersalah maka ada sanksi pidana pokok dan pidana tambahan yang bisa diterapkan, ada pidana mati, penjara, denda dan kurungan. Dan ada pidana tambahan yaitu pencabutan hak tertentu dan perampasan barang-barang tertentu. Maka kalau merujuk pada putusan banding itu merupakan kejadian di luar koridor pidana umum,” ucapnya.

Korban sekaligus anak terpidana, Stephanie Sugianto, menyatakan kekecewaannya terhadap sikap penegak hukum. “Kami tidak meminta lebih. Hanya meminta agar negara menegakkan putusan pengadilan yang sudah jelas. Tapi yang kami hadapi justru kebisuan dari JPU,” ujar Stephanie.

Kasus ini terus mendapat perhatian publik, terlebih karena menyangkut integritas hukum dalam menegakkan keputusan yang telah berkekuatan hukum tetap.

Editor : Yudy Heryawan Juanda

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut