Pada 8 Oktober 1943, Soeharto diangkat sebagai Shodancho (komandan peleton) dan ditempatkan di wilayah Wates, Yogyakarta. Pada tahun 1944, setelah mengikuti pendidikan militer lanjutan di Bogor, Jawa Barat, ia diangkat menjadi Chudancho.
“Di asrama Peta Bogor ia tinggal bersama-sama dengan Shodancho Singgih,” tulis OG Roeder dalam Anak Desa, Biografi Presiden Soeharto.
BACA JUGA : Kapolres Subang Mendadak Test Urin Kapolsek dan Pejabat Polres Subang, Ini Hasilnya
Singgih merupakan putra Panji Singgih, teman Bung Karno dalam pergerakan nasional. Pada 16 Agustus 1945, Singgih bersama Sukarni terlibat dalam penculikan Bung Karno dan Bung Hatta yang dikenal sebagai peristiwa Rengasdengklok.
Pada 15 Agustus 1945, para tokoh pergerakan di Jakarta mengalami situasi tegang. Soeharto berada di Brebeg, Nganjuk, Jawa Timur yang berada di kawasan lereng Gunung Wilis. Dia berada di Brebeg sejak Maret 1945.
BACA JUGA : Garis Polisi Dilepas, Polisi Serahkan TKP Pembunuhan Ibu dan Anak di Subang Kepada Keluarga
Sebelumnya pada akhir 1944 dan awal 1945, Soeharto mondar-mandir antara Solo, Jakarta, dan Madiun. Di Brebeg, Soeharto ditugasi Jepang melatih kembali para prajurit batalyon PETA Blitar yang dilucuti dan kehilangan semangat pascapemberontakan Shodancho Soeprijadi 14 Februari 1945.
Setelah pemberontakan yang gagal itu, sisa prajurit batalyon PETA Blitar yang menyerah dialihkan ke Brebeg. Mereka ditempatkan di sebuah desa sepi yang masih rimbun hutan cemara dengan banyak berkeliaran laba-laba hitam beracun. Sebagai hukuman, semua senjata mereka dilucuti dan diganti senjata kayu.
Editor : Yudy Heryawan Juanda