KARAWANG, iNews.id - Kasus dugaan pemalsuan tanda tangan oleh seorang ibu terhadap anaknya memasuki tahap akhir. Terdakwa Kusumayati akan menghadapi tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU). Seorang ahli menyatakan bahwa terdakwa pantas menerima tuntutan dengan hukuman yang berat.
Ahli hukum pidana Eigen Justisi menyampaikan bahwa selama hampir tiga bulan persidangan berlangsung, ia mengamati bahwa alat bukti dan barang bukti sudah jelas dan meyakinkan.
"Dalam persidangan, alat buktinya berdasarkan pasal 184 KUHAP sudah terpenuhi. Jika dilihat, semuanya terpenuhi, baik bukti surat, keterangan saksi, maupun ahli, tuntutannya pasti tinggi," ujar Eigen saat ditemui di Kawasan Galuh Mas, Kabupaten Karawang, Sabtu (21/9/2024).
Eigen menjelaskan bahwa pasal 184 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHAP) mengatur tentang alat bukti yang sah dalam hukum acara pidana. Di antaranya, alat bukti yang sah meliputi keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa.
Diketahui bahwa sidang gugatan Stephanie terhadap ibunya, Kusumayati, yang memalsukan tanda tangan dalam surat keterangan waris, kini memasuki tahap tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum, yang dijadwalkan berlangsung pada Rabu (25/9/2024).
"Sebelum memasuki tahap tuntutan ini, JPU sudah melakukan ekspos. Jadi, jaksa dan hakim sudah tahu bagaimana proses persidangan berjalan sejak awal. Oleh karena itu, tuntutan dan putusan pasti akan sejalan dengan hasil sidang. Artinya, terdakwa pasti akan dituntut dan diputus dengan hukuman yang tinggi," katanya.
Stephanie menggugat ibunya dengan pasal 263 KUHP yang mengancam hukuman di atas lima tahun penjara. Ia tidak menerima tanda tangannya dipalsukan dalam surat keterangan waris, yang menyebabkan kerugian baginya.
"Melihat kasus ini, terdakwa dilaporkan atas tindak pidana berat sesuai dengan pasal 263, jadi sangat tidak mungkin jaksa menuntut ringan dan hakim memutus ringan," ujar Eigen.
Ia meyakini bahwa tuntutan dan putusan akan berat, mengingat selama persidangan, terdakwa tidak kooperatif dan tidak menghormati perintah hakim meskipun tidak ditahan selama proses persidangan.
"Terdakwa tidak ditahan, padahal seharusnya dalam kasus dengan pasal yang disangkakan, terdakwa seharusnya ditahan karena tindak pidananya termasuk berat. Selain itu, terdakwa juga tidak kooperatif dan tidak mematuhi imbauan hakim, yang seharusnya memperberat hukumannya," tambahnya.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Jawa Barat, Sukanda, menyatakan bahwa dalam sidang agenda pemeriksaan terdakwa, semua pertanyaan dari BAP ditolak dan disangkal oleh terdakwa.
"Tadi terdakwa mengatakan bahwa tidak sesuai, jadi dia menyangkal semua hasil pemeriksaan BAP. Padahal itu dia yang diperiksa oleh penyidik Polda," kata Sukanda setelah sidang di Pengadilan Negeri Karawang, Rabu (4/9/2024).
Meskipun begitu, Sukanda menegaskan bahwa penyangkalan dari terdakwa Kusumayati tidak mempengaruhi keyakinan JPU untuk membuat tuntutan yang sesuai dengan perkara.
"Kami yakin bahwa apa yang dikatakan terdakwa itu tidak logis, walaupun disampaikan tidak di bawah sumpah. Tapi itu adalah hasil BAP-nya sendiri," pungkasnya.
Dalam kasus ini, kuasa hukum Kusumayati, Ika Rahmawati, mengatakan bahwa Kusumayati tidak menghilangkan hak Stephanie sebagai anak dan salah satu ahli waris dari almarhum suaminya, Sugiono.
"Untuk mengurus surat keterangan waris dan akta pemegang saham, Stephanie juga diperlukan. Namun, karena hubungan antara klien kami dan pelapor telah memburuk sejak lama, komunikasi menjadi sulit. Klien kami melakukan hal tersebut tanpa mengurangi sedikit pun hak pelapor sebagai anak dan ahli waris," kata Ika usai sidang pembelaan di Pengadilan Negeri Karawang, Senin (24/6/2024).
Editor : Yudy Heryawan Juanda