JAKARTA, iNews.id - Warga negara asing (WNA) asal China berinisial YH terlibat dalam kegiatan penambangan emas ilegal di Dusun Pemuatan Batu, Desa Nanga Kelampaim, Kecamatan Tumbang Titi, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat (Kalbar). Dia telah dibawa ke pengadilan dan ditahan dalam kasus yang ditangani oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Ketapang dengan dukungan Kejaksaan Agung (Kejagung).
Tersangka YH berperan sebagai pimpinan penambangan bawah tanah (underground mining). Bersama rekan-rekannya, dia melakukan penambangan tanpa izin, yang mengakibatkan kerugian negara karena hilangnya cadangan emas dan perak sekitar 774.200 gram (774,2 kg) emas dan 937.700 gram perak antara Februari dan Mei 2024.
Menurut Kementerian ESDM, kerugian akibat kegiatan pertambangan emas ilegal ini mencapai Rp1,020 triliun.
Saat ini, tim Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Ditjen Minerba) telah menyelesaikan tahap penyidikan terhadap YH dan rekannya. Mereka diketahui telah melakukan kegiatan penambangan bijih emas tanpa izin di lokasi wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP).
Penyidikan oleh PPNS Ditjen Minerba telah dinyatakan lengkap setelah berkas penyidikan diterima oleh Jaksa Pidana Umum (JPU) di Jakarta. Selanjutnya, PPNS Ditjen Minerba menyerahkan penahanan tersangka dan barang bukti kepada JPU Kejari Ketapang, bersama JPU Kejagung.
Direktur Teknik dan Lingkungan Mineral dan Batubara Sunindyo Suryo Herdadi memberikan apresiasi atas upaya PPNS Ditjen Minerba yang bekerja di bawah koordinasi Biro Korwas PPNS Bareskrim Polri dalam penegakan hukum.
"Upaya penegakan hukum ini merupakan pelajaran bersama, dan ke depan perlu dilaksanakan di lokasi lain yang memerlukan penegakan hukum," kata Sunindyo, Sabtu (28/9/2024).
Kepala Kejari Ketapang Anthoni Nainggolan menegaskan bahwa penegakan hukum di sektor pertambangan akan terus dilakukan dengan bekerja sama dengan instansi terkait untuk menciptakan sinergi institusi penegak hukum di Indonesia.
"Manajemen kolaboratif sangat penting, Kementerian ESDM, Bareskrim Polri, dan Kejaksaan Agung merupakan satu kesatuan. Ini adalah bentuk kolaborasi kami dalam penegakan hukum terhadap tindak pidana pertambangan tanpa izin," ujar Anthoni.
Kasus ini terungkap saat PPNS Ditjen Minerba melakukan pengawasan di bawah koordinasi Biro Korwas PPNS Bareskrim Polri, menyusul pengaduan masyarakat tentang dugaan pertambangan bijih emas ilegal di lokasi IUP.
Di lokasi tambang ditemukan sejumlah alat bukti yang menjadi ciri khas pengolahan emas, seperti pemecah batu (grinder), induction furnace, pemanas listrik, alat untuk melebur emas, cetakan bullion grafit, exhaust/kipas hisap, bahan kimia penangkap emas, dan peralatan penambangan seperti blasting machine, lower dozer, dump truck listrik, dan lori.
Barang bukti dititipkan di Polres Ketapang karena alasan mobilisasi, sementara beberapa barang bukti lainnya masih dalam perjalanan karena kendala administrasi penerbangan.
Modus operandi tersangka adalah memanfaatkan lubang tambang dalam (tunnel) yang sedang dalam masa pemeliharaan dengan alasan kegiatan tersebut. Namun, mereka melaksanakan blasting menggunakan bahan peledak dan kemudian mengolah bijih emas di lokasi itu.
Hasil pemurnian dari tunnel dibawa keluar dalam bentuk dore/bullion emas. Tersangka WNA China dijerat Pasal 158 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020, yang mengancam hukuman penjara maksimal 5 tahun dan denda hingga Rp100 miliar. Perkara ini akan dikembangkan lebih lanjut secara paralel, bersamaan dengan tindak lanjut oleh Kejaksaan Negeri Ketapang.
Artikel ini sebelumnya telah terbit dengan judul : WNA China Keruk 774 Kg Emas dari Tambang Ilegal di Kalbar, Negara Rugi Rp1 Triliun Lebih
Editor : Yudy Heryawan Juanda
Artikel Terkait